Minggu, 22 Maret 2009

Si Tukang Kayu dan Rumahnya

Si Tukang Kayu dan Rumahnya

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuahperusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebutpada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilanganpenghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah.Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaianbersama istri dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya.Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumahuntuk dirinya.
Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu.Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidaksepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cumamenggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta.Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhirikariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, iamenyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah rumahmu, ”katanya, “hadiah dari kami.”
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainyasaja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinyasendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali.Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanyasendiri.
Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yangmembangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusahaala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagianterpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhirperjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan danmenemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri.Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup inidengan cara yang jauh berbeda.
Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kitabangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dindingdan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olahhanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanyahidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuhkeagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidupkita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hariperhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akanmasuk dalam barisan kemenangan.
Pojok Renungan:“Hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri”. (Adapted from The Builder -Cecilia Attal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar